Mungkin ini adalah tulisan yang paling menguras energi serta pikiran yang pernah saya buat. Hmmm…

H

ari ini adalah hari yang biasa saja bagi saya. Di kerjaan gak begitu menyenangkan dan terlalu capek malah. Pulang sampai rumah sekitar jam 7 malam. Kegiatan saya lakukan seperti hari-hari biasa. Pemalas yang ingin mendapat upah tinggi.

Setelah sampai rumah, saya bermain dengan dua keponakan, yaitu Kenzie dan Kanzha. Sekitar pukul 10 malam, tetiba BBM saya berbunyi, teman sekolah saya ketika SMK mengirimi pesan. Bukan pesan, tapi lebih tepatnya kontak PIN. Mak jenggirat saya kaget dengan nama yang tertera. Nama itu tidak asing bagi saya, tak asing sama sekali. Nama lengkapnya serta ejaannya.

Ia adalah bisa dikatakan mantan saya ketika waktu sekolah di SMK. Bah! Saya kok tetiba ndredek begini. Tak biasanya saya merasakan hal semacam ini. Tak pikir panjang, langsung saya invite. Selang beberapa menit, undangan BBM saya diterima oleh dia, agar lebih mudah mungkin saya beri inisial RFP.

Saya dengan garingnya, menyapa pertamakali dengan kata ketawa “hehehe”. Lantas ia menjawab dengan “hallo om Dudulz, eh Om Uundz”. Sapaan itu adalah sapaan kami dulu waktu masih berpacaran. Ya, kami memiliki panggilan yang lain dengan orang-orang pada umumnya. Sapaan itu sebenarnya kami ambil atau plesetkan dari “Oon dan Dodol”. Namun diganti dengan Dudulz dan Uundz. Saya yang teringat akan hal itu, jantung saya berdetak kok semakin kenceng. Bahaya nih pikir saya.

Disini saya tak akan menuliskan tentang bagaimana pacarannya waktu itu, berapa lama, kenapa putus, dan hal-hal yang bersangkutan dengannya. Rasa-rasanya kok terlalu menguras pikiran dan kok ndak enak di hati. Yang pasti saya pacaran dengannya berjalan lebih dari tiga tahun. Semenjak dia kelas 3 SMP hingga ia mau lulus SMA.

Lantas dengan setengah iseng saya bertanya, udah nikah ya? Padahal saya tidak tahu kabarnya sejak beberapa tahun belakangan. Bisa dikatakan setelah putus saya tak ada komunikasi samasekali. Dikarenakan saya tinggal di Jakarta, dan ia juga tinggal di Gresik atau Kediri saya agak lupa. Lalu ia menjawabnya tidak dengan kalimat atau kata-kata. Namun ia langsung mengirimkan gambar anaknya. Gadis kecil yang sangat imut. Mata saya langsung melotot dan ingin lepas dari kulit, serta kasur yang saya tiduri rasanya ingin roboh melihat kiriman gambar darinya. Boleh dong, saya kasih lebay-nya dikit.

Saya yang merasa bodoh ini, kemudian melanjutkan pertanyaan. Nama, usia putrinya, kapan nikah dan bombardir pertanyaan seputar kehidupannya.

kaureen.JPG
Kaureen

Dengan pertanyaan-pertanyaan itu, saya mendapatkan informasi bahwa ia menikah 2 tahun lalu, tepatnya di tahun 2014. Anaknya berinisial RKN. Panggilannya  Kaureen. Saat ini berusia 10 bulan. Cantik dan imut. Tentunya nggemesin.

Kemudian obrolan saya lanjutkan dengan agak melompat dari obrolan awal. Karena saya gak punya hak untuk bertanya lebih dalam dan mungkin akan membuat dia malas menjawab. Obrolan saya alihkan dengan bertanya keluarga, dan lain-lain. Pada intinya, jantung saya masih deg-degan dan rasa kantuk yang saya alami telah hilang.

Saya kok jadi berpikiran sederhana begini, “dunia ini berputar dan berjalan terlalu cepat. Rasanya saya tak bisa mengimbangi, dan saya melalui hidup ini dengan terlalu lamban. Ya, lamban sekali. Bahkan saya ketinggalan jauh dengan teman dan orang lain”. Bukan bermaksud untuk berlomba, namun lebih ke arah masa depan.

Saya sudah meninggalkan kampung halaman sejak lulus sekolah. Artinya saya bisa dikatakan hidup (agak) mandiri selama 5 tahun. Namun, kok hasil yang saya dapat belum ada. Dari segi apapun. Finansial? jangan ditanya, ilmu dan pengalaman apalagi. Kok saya tidak ada perubahannya.

Kembali ke persoalan mantan. Agaknya ini terlalu mengganjal namun harus diungkapkan. Begini, saya meminta maaf kepadamu, dan juga keluarga jika saya memiliki dan bahkan banyak dosa terhadapmu. Biar semuanya plong, dan ikhlas saling memaafkan dan agar semuanya lancar. Rasanya, cerita ini harus tutup buku dan tak ada sangkutan apapun.

***

Dulu ketika sehabis putus, saya berikrar akan melupakan dia. Dan hasil yang saya dapat adalah, saya berhasil melupakannya. Bahkan, ketika ia mencoba mengontak saya via teman-teman saya, saya mengabaikannya. Betapa angkuhnya saat itu. Sikap saya terhadapnya benar-benar cuek. Akan tetapi setelah mendapat kabar hari ini, saya rasanya antara percaya dan tidak.

Sederhananya begini. Baru beberapa tahun, kok perkembangannya signifikan. Luar biasa malah bisa dikatakan. Saat tulisan ini dibuat, saya merasakan rasa yang  campur aduk, tumpek blek jadi satu. Apakah saya mimpi? oh… ternyata tidak. Saya kok menjadi limbung seperti ini. Ini adalah kabar yang sangat luar biasa.

Senang, menyesal, mengutuki diri, bodoh dan lain-lain saya rasakan jadi satu. Ah, memang nasib manusia tak ada yang tahu. Skenario Tuhan tak ada yang tahu. Tak ada yang bisa melihat masa depan. Tak ada yang bisa membaca masa akan datang. Jika sudah seperti ini, tepat pukul 00:00 tulisan ini saya buat. Dan di pertengahan malam yang kebetulan gerimis, saya kok ingin minum. Menghabiskan beberapa botol dan pagi-paginya bangun dengan manusia yang baru. Saya ingin mereset, eh bisa dibilang merefresh otak saya.

Yang bisa saya lakukan saat ini adalah, hanya menulis seperti ini. Menulis tidak jelas dan tak ada manfaatnya sama sekali.

Untuk kamu, semoga berbahagia hingga tua nanti bersama keluarga kecilmu. Maaf, saya tidak tahu hari pernikahanmu. Karena saya tidak mendapat info. Dan kemungkinan, walaupun saya mengetahuinya, rasanya saya tak akan kuat untuk datang. Dan karena jarak juga.

Saya hanya bisa berdoa, semoga bahagia dengan suamimu serta putrimu. Iya, itu lucu si kecilnya. Dhik, sini om pangku sebentar.

Rasanya saya sudah tak ada pikiran lagi untuk menuliskan hal apapun saat ini. Pikiran sudah melayang-layang. Terbang kesana-kemari tak tentu arahnya. Berlari ke masalalu dan masa depan. Ah… betapa kacaunya hari ini mendapat kabar yang ah… sudahlah. Sudah kemana-mana ini tulisan. Saya akhiri tulisan ini dengan istigfar saja.

Astagfirullah…