Lelaki berkaos putih itu berdzikir dengan khusyu “astagfirullah” begitu ia ucap dengan sedikit keras dan diulangnya dengan tempo yang cepat. Jamaah yang lain tak begitu terganggu oleh aktivitas itu. Tapi, lama kelamaan ia mengucap “setan tuyul, setan tuyul” berulang-ulang dan di sela ucapan itu menyebut “jin iprit”. diakhirinya dengan meracau tak jelas, dan keras sekali menyentak seperti ngobrol tapi tidak tahu dengan siapa, entah pakai bahasa mana. Kontan membuat jamaah anak-anak tertawa mendengar itu, dan sebagain jamaah dewasa memusatkan perhatiannya ke lelaki berkaos putih.

Kejadian itu saya lihat ketika shalat isya dan tarawih semalem, tarawih pertama di tahun ini. Saya sholat Isya telat satu rakaat malam itu. Saya datang tergesa langsung mengambil air wudhu dan ketika saya wudhu bertemu lelaki berkaos putih yang di atas. Saya buru-buru dari pelataran masjid, lalu lelaki berkaos putih itu menyalakan dua keran di sampingnya, mempersilahkan untuk saya. saya tersenyum, dan selesai wudhu saya. Tapi lelaki tadi belum jua selesai mengambil air wudhu. Masjid di sekitar rumah saya yang bertingkat dua itu penuh dengan jamaah. Sesak sekali sudah terlihat dari luar. Tak ayal, saya bersama beberapa jamaah lainnya sholat diantara tangga. Sempit memang, dan kurang nyaman tapi mau bagaimana lagi, masak saya pulang ke rumah dan tak jadi sholat.

Dimana lelaki kaos putih di atas? Ia berbeda dengan para jamaah lainnya. Ia memilih tempat pelataran masjid dan ada alas seperti karpet ia tempati. mengambil posisi sholat dengan tenang. Pertama tak ada yang ganjil. Lantas, sholat isya selesai, sembari menunggu khutbah, lelaki berkaos putih tadi dzikir seperti kejadian di atas. Setelah dzikir selesai, lelaki itu pergi entah kemana. Jadi, ia tak ikut sholat tarawih malam itu.

Kadang saya banyak menemui keanehan-keanehan dalam sholat berjamaah. Tapi itu tdak membuat saya tertawa dan saya merasa paling benar. Saya ketika melihat lelaki berkaos putih hanya diam dan memperhatikan sekilas. Lalu mendengarkan khutbah yang begitu tidak jelas di telinga saya, karena posisi saya dekat dengan tempat wudhu dan suara gemericik air yang memecah konsentrasi saya mendengarkan khutbah malam itu. Sholat tarawih mulai, dan saya tetap di tempat semula, di tangga rakaat demi rakaat saya lalui dengan sedikit kurang nyaman. Akhirnya sholat tarawih selesai.

Anak-anak berbincang dengan teman-temannya tentang kejadia lelaki berkaos putih tadi, sembari menirukan dzikir itu berulang-ulang sambil tertawa terbahak-bahak. Lalu diulangi lagi oleh anak-anak itu. Saya hanya diam, lalu berjalan keluar dari masjid dan pulang.

Agar tak telat dan tak kebagian tempat lagi, saya  berniat untuk datang tepat waktu dan mendapatkan tempat yang lebih nyaman serta tidak di tangga lagi. Mungkin juga baru pertama tarawih sih, makanya masjidnya penuh. Coba nanti di minggu kedua, pasti agak berkurang, lalu minggu ke tiga berkurang lagi dan minggu terakhir banyak lagi, seperti tarawih pertama. Dasar, manusia-manusia, seperti itu terus diulangi setiap tahun.

catatan : ilustrasi gambar dari 3.bp.blogspot.com

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here