Sebagai seorang yang bekerja sehari-hari dengan melototin KTP, sore ini saya tersentak saat melihat KTP. Teman saya di kampung, dan sekaligus sepermainan mengirim KTP-nya kepada saya untuk suatu urusan tertentu. Saya kagetnya bukan tentang nama lengkap, tanggal lahir dan lainnya. Akan tetapi saya seakan kangen dengan alamat yang tertera di KTP tersebut.
Alamatnya adalah kampung halaman saya. Tempat dimana tumbuh dan besar yang menjadikan saya seperti sekarang. Tempat saya belajar tentang hidup, tempat bermain dan canda tawa.
Kampung halaman sangat sentimentil dengan hidup saya. Mendengar sedikit tentangnya, saya langsung ikut larut ke dalamnya. Mengenang rasanya tak menjadikan saya puas. Mengenang adalah salah satu cara untuk mengingat sedikit saja. Dan yang saya lakukan sekarang hanya itu.
Pindah KTP
Bukan sebab apa-apa saya pindah alamat tinggal. Sekira 2 tahun silam saya lapor ke RT tempat tinggal yang sekarang untuk pindah alamat di KTP. Yang artinya saya tidak lagi tercatat sebagai penduduk di kampung saya. Alasan utamanya adalah untuk mempermudah hal-hal yang saya kerjakan di kota ini, Jakarta.
Walaupun saya tercatat sebagai warga Jakarta, namun ikatan batin saya dengan kampung tak bisa tergantikan. Rasanya saya adalah milik kampung saya. Tak bisa terganti dan tak mungkin digantikan oleh tempat-tempat tinggal baru di hari ini atau ke depan.
Bagi saya, ikatan tersebut tak sekadar ikatan antara orang menempati suatu tempat. Ia sudah melebihi dari itu semua. Jiwa, mental, budaya, dan semuanya itu sudah tercipta dari dan oleh kampung. Saya dibentuk oleh kampung saya. Tentu tidak semuanya. Tapi yang paling mempengaruhinya adalah, ya di kampung itu.
Di kampung saya sangat ndeso, udik dan apalah-apalah. Warganya sederhana dan tak muluk-muluk. Saya menikmati itu semua. Saya menikmati nongkrong di malam hari, saya menikmati ketika ada salah satu warga di kampung kami punya hajatan dan ada orkes dangdutnya. Semacam orkes melayu tapi dalam skala lebih kecil.
Saya menikmati hal-hal remeh temeh yang tidak saya rasakan di sini. Saya senang berjudi dengan teman-teman, walaupun sering kalahnya. Masa remaja saya terseok-seok di kampung. Saya menikmati tetesan-tetesan minuman bersama teman.
Dalam posisi saat ini, saya sudah berada di puncak kangen. Kangen. ya, sekali lagi saya ulang kangen!
Beberapa hari ke depan sudah bulan puasa. Artinya saya akan pulang kampung. Walaupun hanya beberapa hari saja. 2 hari lalu saya sudah memesan tiket untuk pulang ke kampung. Tiket sudah di tangan. Dan saya sudah sedikit tenang.
Kembali tentang masalah KTP. Walaupun KTP saya bukan warga Ngawi lagi. Namun, hmmmm sekali lagi saya tegasin, jiwa saya sudah kadung terpincut oleh kemewahan kampung saya. Tak bisa digantikan dengan yang lain. Boleh di KTP berkali-kali pindah alamat tapi tetap, saya adalah warga Ngawi. Asli. Dan memang itu adalah saya.