senja yang berangsut menghilang dan matahari semakin pulang dan hilang bergeser ke malam. Cuaca yang mendung diiringi gerimis yang merdu, seketika aku merenung dan memikirkan masa depan, masa di mana kehidupanku menjadi lebih baik dari sekarang, masa di mana aku berkumpul dengan keluarga, dengan istri serta buah hatiku. Masa di mana setiap pagi aku disambut oleh istri serta ciuman kecil anak-anakku. Masa di mana setiap malam ataupun sore aku mengobrol ringan di beranda rumah dengan istri dan dengan makanan ringan serta kopi hitam kesukaanku. Oh malam yang dingin, pikiranku melayang menuju impian-impian yang besar, menuju kehidupan yang damai. Menuju celah-celah kehidupan yang penuh teknologi tinggi.

Gerimis membuat waktu malam minggu ini bergerak semakin lambat. Detik jamdi dinding seirama dengan gerimis di luar. Aku sebentar menengok jendela yang ada di kontrakanku, oh hati semakin sendu, pikiran kemana-mana. Rindu, cita-cita, cinta dan harapan menjadi satu. Segelas kopi yang kusenduh sore tadi sudah dingin dan segera ku habiskan. Keadaan yang romantis, gerimis serta malam minggu yang sendu, ah, mungkin aku hanya berkhayal jika malam ini aku bisa mengobrol dengan seorang perempuan, perempuan yang aku suka, ah mungkin dia sedang asik bermesraan dengan pacarnya.

Semakin lama gerimis semakin bersuara, sorot lampu-lampu di jalanan mulai memancarkan cahanya. betapa romantisnya jika aku berduaan denganmu, di bawah sorot lampu dan cahaya bulan yang redup karena gerimis ini. Khayalan dan khayalan semakin aku bangun, dan semakin besar khayalan itu di kepalaku. Mungkin kata orang aku galau karena jomblo, ah biarin, dengan seperti ini aku bisa menikmati hidupku, aturan semauku, semacam “Tuhan” bagi diriku sendiri. Tanpa ada yang mengatur ataupun meneror.

Cahaya lampu dari jauh seakan memantulkan rona-rona wajahmu yang ayu itu. Bayangan yang melayang di awang-awang dan entah hilang tanpa jejak. Sajak yang romantis dan sendu-pun tercipta, mengalir tanpa henti, menuju sebuah wajah ayu-mu. Cantik dan manis selalu ku ingat, sajak yang tak selesai dan gerimis yang semakin manis. Waktu tak ada yang tahu kapan berakhirnya, pun aku yang tak tahu rinduku ini kapan berakhir. Malam minggu bagi mayoritas anak muda adalah malam besar, adalah malam pesta pora sampai matahari terbit, di mana katanya malam yang panjang. Mungkin, bagiku saat ini adalah malam yang penuh dengan khayalan yang aku ciptakan tanpa batas.

Pukul tujuh ini gerimis ternyata berhenti, rintikan dari gentengpun berhenti. Sunyi? Mungkin. Suara-suara kendaraan bermotor mulai terdengar dan mungkin itu adalah aktivitas anak muda yang akan berpesta di tempat-tempat yang entah, aku tak tahu namanya. Berpestalah sampai pagi, habiskan minumanmu, dan bercintalah sampai tenagamu habis.

Aku adalah aku. Aku adalah aku, yang menunggumu setiap malam minggu tiba. Aku adalah orang yang merindukanmu setiap malam minggu. Ah, mungkin kamu tak tahu, bahkan tak peduli denganku. Biarlah, biarlah seperti ini. Pikiran terus berjalan di tengah malam yang dingin, dengan bumi yang masih basah karena beberapa waktu lalu gerimis. Menembus kesepian yang tak kunjung usai. Malam minggu yang besar itu segera melanjutkan cerita-cerita yang lain.

Resah melewati malam minggu yang dingin ini. Seiring berjalannya malam yang (mungkin) panjang ini, aku berharap semoga di malam minggu selanjutnya bisa lebih baik. Cerita malam minggu yang indah dan tak sendu akan tercipta dari jiwa ini. Rindu hanya rindu. Malam minggu yang besar, malam minggu yang indah akan menjadi tulisan suatu hari nanti.

Jakarta, 06 April 2013

Oleh Robit Mikrojul Huda

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here