Saya juga mau ikut-ikutan nulis mengenai kilas balik tahun 2018. Di awal tahun 2018 adalah masa-masa di mana saya dan calon istri sibuk menyiapkan pernikahan. Mencari ini-itu, membeli ini-itu, dan mengunjungi tempat untuk membeli perlengkapan lamaran dan pernikahan.

Bulan Januari saya habiskan banyak waktu dengan calon istri. Kebetulan saya dan calon istri sama-sama sebagai freelancer. Jadi waktu bertemu dan menyiapkan segala hal lamaran maupun pernikahan bisa kami atur.

Di bulan Januari tersebut, saya juga merayakan ulangtahun ke 25. Usia yang sangat penting dalam hidup saya. Seperempat abad hidup di dunia, tapi masih gini-gini aja. Yang membuat spesial adalah, saya berani melangkah ke fase yang serius, yakni menikah.

Banyak orang bilang, di usia 25 adalah waktunya menetapkan karir. Mau jadi apa ke depannya. Tapi, saat itu saya adalah seorang pengangguran. Penghasilan dari ngeblog tidak menentu, kok berani-beraninya menikah.

Lanjut di bulan Februari, perasaan semakin deg-degan. Hal ini karena di pertengahan bulan saya akan mendatangi rumah calon istri dan saya membawa keluarga, untuk meminang calon istri.

Saya berangkat dari Jakarta ke Majalengka dengan perasaan campur aduk. Meski saya dan calon istri sudah bersepakat untuk hidup berdua di masa yang akan datang, namun perasaan was-was selalu timbul. Bagaimana kalau orangtuanya menolak lamaranku? Bagaimana kalau keluarganya tidak setuju? Bagaimana kalau… dan seterusnya.

Saya dan Istri
Saya dan calon istri

Saya berangkat bersama orangtua dan kedua kakak, serta ponakan menuju Majalengka. Kami berangkat menjelang siang hari. Perjalanan memakan waktu beberapa jam, dan saat akan keluar di gerbang tol Kertajati, Majalengka, kartu emoney kakak saya hilang.

Setelah diusut, ternyata hilang saat kami beristirahat di salah satu rest area. Hal ini kami ketahui, karena ponakan saya bilang bahwa menjatuhkan kartu tersebut saat mainan pintu mobil.

Akhirnya negoisasi dengan petugas tol memakan waktu beberapa menit dan tentunya kena denda. Saat itu, saya berpikir kok ya ada aja halangannya. Padahal kami memiliki tujuan yang baik.

Setelah keluar tol, sekitar dua puluh menitan kami tiba di rumah calon istri. Jantung semakin berdebar dan saya malah bingung nanti mau bilang apa. Huhu.

Acara lamaran dilalui dengan baik dan lancar. Iringan restu dan doa dipanjatkan. Lega! Salah satu rangkaian untuk menikah sudah terlaksana. Kini, di jari manis saya dan calon istri, ada cincin berwarna silver.

Di lamaran tersebut, keluarga saya dan calon istri memutuskan tanggal pernikahan. Kami sepakat tanggal diselenggarakan pada hari Minggu, 18 Maret 2018, di tempat calon istri.

Dengan kesepakatan itu, artinya hari untuk menuju pernikahan sisa satu bulan. Di waktu tersebut, banyak banget kejadian yang positif maupun negatif. Pokoknya ada aja kerikil-kerikil di depan kami yang bikin menghambat pernikahan kami.

Menikah bukan soal perlombaan. Menikah bukan soal seberapa besar pesta yang dihelat. Menikah bukan soal pamer kepada teman dan keluarga. Menikah adalah menyatukan dua hati dan dua keluarga untuk hidup di masa depan dengan lebih baik.

Tampaknya, postingannya akan saya lanjut di tulisan berikutnya. Saya akan bercerita bagaimana menyiapkan pernikahan dengan biaya yang sangat minimal, betapa berdebarnya saya saat mengucap ijab, bahkan di saat hari pernikahan hastag #RobitShintaSah menjadi trending topic di twitter, bagaiamana rasanya menjadi pengantin baru, bagaimana kehidupan kami, yang dulunya sendiri dan menjadi berdua, dan lain sebagainya.

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here